Jika berbicara mengenai
sekumpulan kemungkinan, ada beberapa yang saya imani. Seorang kasmaran jatuh
cinta pada pandangan pertama, seorang pembaca jatuh cinta pada paragraf pertama,
dan seorang penonton jatuh cinta pada menit pertama. Yang belakangan ini menggambarkan
saya dengan serial TV Netflix berjudul Stranger
Things.
Stranger Things adalah sebuah serial TV bergenre horor, fiksi ilmiah, dan supernatural. Sampai
saat ini, 2 season telah dirilis. The Duffer Brothers,
pencipta Stranger Things, berencana akan mengakhiri serial TV ini pada season ke-4 atau 5. Season
1 Stranger Things terdiri dari 8
episode dirilis pada Juli 2016, sedangkan season
2 terdiri dari 9 episode dirilis pada Oktober 2017, dan saya baru menonton
keduanya pada Februari 2018.
Season 1
Segalanya dimulai dari langit
berbintang di atas Laboratorium Nasional Hawkins, 6 November 1983. Keindahan
tersebut sangat kontras dengan latar yang tiba-tiba berubah menyorot sebuah
pintu di dalam laboratorium. Suara binatang malam pun tergantikan oleh suara lampu
rusak, dobrakan pintu diikuti dengan suara alarm tanda bahaya, dan derap lari
seorang ilmuwan. Ilmuwan itu berlari menyusuri lorong demi lorong menuju sebuah
lift. Saat sang ilmuan telah memasuki lift, sebelum pintu lift menutup ilmuwan
itu diserang oleh makhluk tak terlihat.
Poster Stranger Things season 1. |
Secara garis besar, season 1 menceritakan seorang anak
laki-laki bernama Will Byers yang terjebak dalam dimensi lain bernama The Upside Down. Saat itu Will baru saja
pulang setelah bermain Dungeons and Dragons di rumah salah satu sahabatnya. Kejadian itu mengguncang
hati ibunya, Joyce, hingga dia kalang kabut meminta bantuan Jim Hopper, temannya
yang menjadi Kepala Polisi Hawkins. Will bisa memasuki The Upside Down karena portal dimensi itu telah dibuka oleh Eleven,
seorang gadis berkemampuan psikokinetik yang menjadi objek eksperimen
laboratorium Hawkins. Berkat kemampuan itu pula Eleven berhasil kabur dari sana.
Dia lalu bertemu dengan Mike, Dustin, dan Lucas, ketiga sahabat Will.
Petualanganpun di mulai.
Season 2
Langit berbintang
kembali menyerbu indera penglihatan. Bukan lagi langit Hawkins, melainkan
langit Pittsburgh, Pennsylvania, satu tahun kemudian, tepatnya 28 Oktober 1984. Sebuah geng dengan anggota bertopeng
baru saja melakukan pembunuhan di sebuah rumah. Mereka berhasil kabur dari
kejaran polisi berkat salah satu anggotanya yang memiliki kemampuan ‘bisa
membuat orang lain melihat apapun yang dia inginkan’. Dia memanipulasi
pandangan polisi yang mengejar gengnya. Dia adalah Eight. Ternyata Eleven bukan
satu-satunya yang pernah menjadi objek eksperimen laboratorium Hawkins.
Meskipun fokus cerita
masih sama seperti di season 1, jika dibandingkan, kasus di season 2 lebih
besar. Makhluk dari dimensi lain alias The
Upside Down mulai merongrong Hawkins dari dalam.
Poster Stranger Things season 2. |
Penghargaan tertinggi
yang sanggup saya berikan untuk The
Duffer Brothers dan semua yang terlibat dalam proses produksi adalah apresiasi.
Saya menyukai hampir seluruh elemen Stranger
Things. Elemen pertama adalah kerumitan ceritanya yang sekilas terkesan sederhana.
Kerumitan itu baru bisa dipahami jika menyimak
dialog tanpa cela. Sejauh ini, Stranger
Things membuat saya berani memasukkan The
Duffer Brothers ke dalam daftar sekian orang paling jenius dalam dunia
sinema (Apa saya sudah mirip dengan pengagum Nolan yang memuja kejeniusan yang
mereka klaim untuk idolanya itu?). The
Duffer Brothers mampu memintal inspirasi, sains, mitologi, realitas,
picisan, tragedi, dan humor menjadi untaian benang cerita. Dari untaian itu jalinan utuh cerita epic Stranger Things mereka rajut.
Pemilihan latar yang
mengambil era 80-an adalah elemen kedua. Ini seperti angin sejuk untuk saya
yang sedang kepanasan dalam kungkungan kehidupan abad ke-21. Penggambaran
kehidupan era 80-an dalam Stranger Things cukup mendetail. Mulai dari bagaimana kehidupan
pelajar sekolah menengahnya, seperti apa bentuk barang-barangnya, dan mode pemainnya. Tidak ketinggalan detail lagu dan film pada saat itu. Saya bisa merasakan atmosfer budaya era 80-an yang berusaha
diwujudkan dengan detail-detail tersebut.
Elemen ketiga adalah
pemain dan karakternya. Setiap pemain memiliki karakter yang kuat. Yang mana setiap karakter memiliki peran tersendiri untuk menghidupkan drama, tragedi,
horor, dan humor dalam Stranger Things.
Sebagai contoh adalah Dustin. Dia selalu bisa menghidupkan humor bahkan di saat
paling tragis atau horor sekalipun.
Elemen keempat mengenai
bentuk hubungan antar pemain yang terkesan sangat alami, tidak berlebihan, dan
menyenangkan. Contohnya hubungan antara Mr. Clark (guru) dengan murid-muridnya;
hubungan persahabatan antara Will, Mike, Dustin, dan Lucas; serta hubungan
orang tua dengan anaknya. Dalam film ini orang tua dapat menempatkan diri sebagai sahabat bagi
anak-anaknya. Namun, ada satu pengecualian. Saya kurang menyukai hubungan
percintaannya.
Selain keempat elemen
utama di atas, tidak ketinggalan logo, poster, theme song, efek visual, juga termasuk elemen-elemen Stranger Things yang membuat saya rela menghabiskan 1 season dalam 1 hari. Toh saya pun rela menghabiskan beberapa bulan dalam penantian akan rilisnya season 3.